Sebuah Pengantar
I. Pendahuluan
Filsafat / filosofi berasal dari kata Yunani yaitu philos (suka) dan sophia (kebijaksanaan), yang diturunkan dari kata kerja filosoftein,
yang berarti : mencintai kebijaksanaan, tetapi arti kata ini belum
menampakkan arti filsafat sendiri karena “mencintai” masih dapat
dilakukan secara pasif. Pada hal dalam pengertian filosoftein terkandung sifat yang aktif.
Filsafat
adalah pandangan tentang dunia dan alam yang dinyatakan secara teori.
Filsafat adalah suatu ilmu atau metode berfikir untuk memecahkan
gejala-gejala alam dan masyarakat. Namun filsafat bukanlah suatu dogma
atau suatu kepercayaan yang membuta. Filsafat mempersoalkan soal-soal:
etika/moral, estetika/seni, sosial dan politik, epistemology/tentang
asal pengetahuan, ontology/tentang manusia, dll.
Ketika kita memasuki alam pustaka filsafat
maka kita akan bingung sendiri dengan begitu banyaknya buku, thesis,
teori yang jumlahnya ribuan banyaknya. Untuk itu agar tidak membuang
waktu dan terhindar dari kekacauan, kita dapat memakai cara Engels
memisahkan filsafat itu menjadi dua kubu besar yaitu filsafat materialis
dan filsafat idealis, materialisme dan idealisme.
Yang
dipisahkan menurut Engels ialah didasarkan atas sikap yang diambil oleh
si pemikir, yakni apa yang pertama ada terlebih dahulu. Yang mengatakan
benda dahulu baru datang fikiran itulah yang materialis dan yang
mengatakan fikiran dahulu baru datang benda itulah yang idealis. Pada
kubu idealis kita dapatkan beberapa pemikir terkemuka seperti Plato,
Hume, Berkeley
dan “raksasa pikiran” Hegel, pada kubu materialis kita berjumpa dengan
Heraklit, Demokrit, Diderot dan berpuncak pada Marx dan Engels. Diantara
kedua kubu ini ada juga yang berdiri ditengah-tengah setengah idealis
dan setengah materialis ini disebut dengan penganut filsafat dualisme.
Pentingnya berfilsafat dan cara belajar filsafat
Berfilsafat
itu penting, dengan berfilsafat orang akan mempunyai pedoman untuk
bersikap dan bertindak secara sadar dalam menghadapi gejala-gejala yang
timbul dalam alam dan masyarakat, sehingga tidak mudah tejebak dalam
timbul-tenggelamnya gejala-gejala yang terjadi.
Untuk
belajar berfilsafat orang harus mempelajari filsafat. Cara belajar
filsafat adalah menangkap pengertiannya secara ilmu lalu memadukan
ajaran dan pengertiannya dalam praktek. Kemudian pengalaman dari praktek
diambil dan disimpulkan kembali secara ilmu.
Monoisme dan Dualisme
Monoisme
adalah suatu system filsafat yang bertitik tolak dari satu dasar
pandangan , materi atau ide, yang mengatakan materi adalah primer adalah
yang tergabung dalam aliran materialisme, sedangkan yang mengatakan ide adalah primer atau yang pertama mereka inilah yang tergabung dalam lairan idealisme. Istilah atau perkataan monoisme pertamakali dipakai oleh seorang filsuf bernama Chr. Wolf pada abad ke-18
Dualisme
adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya bertitik tolak dari
materi dan ide sekaligus. Dualisme menganggap materi dan ide itu
sama-sama primer, tidak ada yang sekunder. Keduanya timbul dan ada
secara bersamaan. Materi ada karena adanya ide dan juga sebaliknya ide
itu ada karena adanya materi. Tapi pada hakikatnya pandangan ini idealis
juga, karena pandangan itu tidak lain hanya ada dalam fikiran saja,
karena tidak ada dalam kenyataan.
II. Materialisme dan Idealisme
Seperti
sudah dijelaskan diatas apa yang selalu menjadi pertanyaan filsafat
akhirnya berpuncak pada apakah yang ada lebih dahulu, apakah yang primer
benda atau fikiran, materi atau ide. Yang berpendapat ide/fikiran
dahulu ada baru benda kemudian muncul dari padanya adalah yang
digolongkan pada kaum Idealisme. Dan yang berpendapat bahwa benda/materi
ada lebih dahulu baharu kemudian muncul ide mereka itulah yang berdiri di barisan kaum Materialisme
Jadi
pengertian idealisme itu bukanlah seperti yang difitnahkan oleh
orang-orang tertentu yaitu bahwa kaum materialis itu adalah orang-orang
yang hanya mencari kesenangan hiduptak terbatas; makan sampai muntah,
minum sampai mabuk, penganut sex bebas dsb-nya. Sedangkan kaum Idealis
adalah orang-orang yang menjunjung tinggi kesucian, lebih mementingkan
berpikir dari pada makan, dll.
a. Filsafat Idealisme
Idealisme
ialah filsafat yang pandangan yang menganggap atau memandang ide itu
primer dan materi adalah sekundernya, dengan kata lain menganggap materi
berasal dari ide atau diciptakan oleh ide.
Dengan
David Hume sebagai filsuf idealis subyektif, kita dapat menggambarkan
seluruh ahli filsafat idealis dari Plato sampai Hegel, “if
I go into myself”, “kalau saya memasuki diri saya sendiri”, kata Hume,
maka saya jumpai “bundles of conception”, bermacam pengertian,
bermacam-macam gambaran tentang benda. “Engkau”, kata Hume cuma “ide”
bagi saya (Hume).
Tapi
“Engkau” buat Hume adalah saya buat Udin, misalnya. Jadi Udin bagi Hume
hanyalah “Ide”, tetapi Hume juga cuma “ide” buat Udin, Udin dipandang
dari pihak Hume hanya Ide, hanya gambaran di otak Hume begitu juga
sebaliknya. Dengan begitu Hume membatalkan dirinya sendiri , mengakui
bahwa dia sendiri tidak ada dan, hanya ide ???
Terhadap
adanya pandangan idealisme demikian itu, Lenin dengan tajam mengeritik
idealisme sebagai filsafat yang tanpa otak dan dikonsolidasikan oleh
kepentingan klas-klas yang berkuasa -- klas-klas pemilik budak, kaum
feodal dan kaum borjuasi --.
Aliran-aliran dalam filsafat Idealisme
1. Idealisme Obyektif
Idealisme
obyektif adalah suatu aliran filsafat yang pandangannya idealis, dan
idealismenya itu bertitik tolak dari ide universil (Absolute Idea- Hegel
/ LOGOS-nya Plato) ide diluar ide manusia. Menurut idealisme obyektif
segala sesuatu baik dalam alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan
ide universil.
Pandangan
filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan
materiil, yang ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan
materiil itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia
dan segala pikiran dan perasaannya. Dalam bentuknya yang amat primitif
pandangan ini menyatakan bentuknya dalam penyembahan terhadap pohon,
batu dsb-nya.
Akan tetapi sebagai suatu system filsafat, pandangan dunia ini pertama-tama kali disistimatiskan oleh Plato (427-347 S.M), menurut
Plato dunia luar yang dapat di tangkap oleh panca indera kita bukanlah
dunia yang riil, melainkan bayangan dari dunia “idea” yang abadi dan
riil. Pandangan dunia Plato ini mewakili kepentingan klas yang berkuasa
pada waktu itu di Eropa yaitu klas pemilik budak. Dan ini jelas nampak
dalam ajarannya tentang masyarakat “ideal”.
Pada
jaman feodal, filsafat idealisme obyektif ini mengambil bentuk yang
dikenal dengan nama Skolastisisme, system filsafat ini memadukan unsur
idealisme Aristoteles (384-322 S.M), yaitu bahwa dunia
kita merupakan suatu tingkatan hirarki dari seluruh system hirarki dunia
semesta, begitupun yang hirarki yang berada dalam masyarakat feodal
merupakan kelanjutan dari dunia ke-Tuhanan. Segala sesuatu yang ada dan
terjadi di dunia ini maupun dalam alam semesta merupakan “penjelmaan”
dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide Tuhan. Filsafat ini membela
para bangsawan atau kaum feodal yang pada waktu itu merupakan tuan tanah
besar di Eropa dan kekuasaan gereja sebagai “wakil” Tuhan didunia ini.
Tokoh-tokoh yang terkenal dari aliran filsafat ini adalah: Johannes Eriugena (833 M), Thomas Aquinas (1225-1274 M), Duns Scotus (1270-1308 M), dsb.
Kemudian
pada jaman modern sekitar abad ke-18 muncullah sebuah system filsafat
idealisme obyektif yang baru, yaitu system yang dikemukakan oleh George.W.F Hegel (1770-1831 M).
Menurut Hegel hakekat dari dunia ini adalah “ide absolut”, yang berada
secara absolut dan “obyektif” didalam segala sesuatu, dan tak terbatas
pada ruang dan waktu. “Ide absolut” ini, dalam prosesnya menampakkan
dirinya dalam wujud gejala alam, gejala masyarakat, dan gejala fikiran.
Filsafat Hegel ini mewakili klas borjuis Jerman yang pada waktu itu baru
tumbuh dan masih lemah, kepentingan klasnya menghendaki suatu perubahan
social, menghendaki dihapusnya hak-hak istimewa kaum bangsawan Junker.
Hal ini tercermin dalam pandangan dialektisnya yang beranggapan bahwa
sesuatu itu senantiasa berkembang dan berubah tidak ada yang abadi atau
mutlak, termasuk juga kekuasaan kaum feodal. Akan tetapi karena
kedudukan dan kekuatannya masih lemah itu membuat mereka tidak berani terang-terangan melawan filsafat Skolatisisme dan ajaran agama yang berkuasa ketika itu.
Pikiran
filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari dengan berbagai macam bentuk. Perwujudan paling umum antara
lain adalah formalisme dan doktriner-isme. Kaum doktriner dan formalis
secara membuta mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai kekuatan yang
maha kuasa , sebagai obat manjur buat segala macam penyakit, sehingga
dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalan-persoalan
praktis mereka tidak bisa berfikir atau bertindak secara hidup
berdasarkan situasi dan syarat yang kongkrit, mereka adalah kaum
“textbook-thingking”.
2. Idealisme Subyektif
Idealisme
subyektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak
pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari
ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di
masyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau idenya
sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah sebuah
ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskup inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M), menurut Berkeley
segala, sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah
bukanlah materiil yang riil dan ada secara obyektif. Sesuatu yang
materiil misalkan jeruk, dianggapnya hanya sebagai sensasi-sensasi atau kumpulan perasaan/konsepsi tertentu (“bundles of conception” David Hume (1711-1776 M), -ed), yaitu perasaan / konsepsi dari rasa jeruk, berat, bau, bentuk dsb. Dengan demikian Berkeley
dan Hume menyangkal adanya materi yang ada secara obyektif, dan hanya
mengakui adanya materi atau dunia yang riil didalam fikirannya atau
idenya sendiri saja.
Kesimpulan
yang dapat ditarik dari filsafat ini adalah, kecenderungan untuk
bersifat egoistis “Aku-isme” yang hanya mengakui yang riil adalah
dirinya sendiri yang ada hanya “Aku”, segala sesuatu yang ada diluar
selain “Aku” itu hanya sensasi atau konsepsi-konsepsi dari “Aku”. Untuk
berkelit dari tuduhan egoistis dan mengedepankan “Aku-isme/solipisme” Berkeley menyatakan hanya Tuhan yang berada tanpa tergantung pada sensasi.
Filsafat
Berkeley dan Hume ini adalah filsafat Borjuasi besar Inggris pada abad
ke-18, yang merupakan kekuatan reaksioner menentang materialisme klasik
Perancis, sebagai manifestasi dari kekuatiran atas revolusi di Inggris
pada waktu itu.
Pada abad ke-19, Idealisme subyektif mengambil bentuknya yang baru yang terkenal dengan nama “Positivisme”, yang di kemukakan pertama kali oleh Aguste Comte (1798-1857 M),
menurutnya hanya “pengalaman”-lah yang merupakan kenyataan yang
sesungguhnya , selain dari pada itu tidak ada lagi kenyataan, dunia
adalah hasil ciptaan dari pengalaman, dan ilmu hanya bertugas untuk
menguraikan pengalaman itu. Dan masih banyak lagi pemikir-pemikir yang
lainnya dalam filsafat ini, misalnya saja William Jones (1842-1910 M) dan John Dewey (1859-1952),
keduanya berasal dari Amerika Serikat dan pencetus ide “pragmatisme”,
menurut mereka Pragmatisme adalah suatu filsafat yang menggunakan
akibat-akibat praktis dari ide-ide atau keyakinan-keyakinan sebagai
suatu ukuran untuk menetapkan nilai dan kebenarannya. Filsafat seperti
ini sangat menekankan pada pandangan individualistic, yang mengedepankan
sesuatu yang mempunyai keuntungan atau “cash-value”(nilai kontan)-lah
yang dapat diterima oleh akal si “Aku” tsb. Pragmatisme berkembang di
Amerika dan adalah filsafat yang mewakili kaum borjuasi besar di negeri
yang katanya “the biggest of all”. Sebab dari pandangan filsafat seperti
ini Imperialisme, tindakan eksploitasi dan penindasan dapat dibenarkan
selama dapat mendapatkan keuntungan untuk si “Aku”.
Pandangan-pandangan
idealisme subyektif dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya tidak jarang kita temui perkataan-perkataan seperti ini :
“Baik
buruknya keadaan masyarakat sekarang tergantung pada orang yang
menerimanya, ialah baik bagi mereka yang menganggapnya baik dan buruk
bagi mereka yang menganggapnya buruk.”
“kekacauan
sekarang timbul karena orang yang duduk dipemerintahan tidak jujur,
kalau mereka diganti dengan orang-orang yang jujur maka keadaan akan
menjadi baik.”
“aku bisa, kau harus bisa juga,” dsb.
b. Filsafat Materialisme
Materialisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang pandangannya bertitik tolak
dari pada materi (benda). Materialisme memandang bahwa benda itu primer
sedangkan ide ditempatkan di sekundernya. Sebab materi ada terlebih
dahulu baru ada ide. Pandangan ini berdasakan atas kenyataan menurut
proses waktu dan zat.
Misal, menurut proses waktu, lama sebelum manusia yang mempunyai ide itu ada didunia, alam raya ini sudah ada.
Menurut
zat, manusia tidak bisa berfikir atau mempunyai ide bila tidak
mempunyai otak, otak itu adalah sebuah benda yang bisa dirasakan oleh
panca indera kita. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada baharu
muncul ide dari padanya. Atau seperti kata Marx “Bukan fikiran yang menentukan pergaulan, melainkan keadaan pergaulan yang menentukan fikiran.” Maksudnya
sifat/fikiran seorang individu itu ditentukan oleh keadaan masyarakat
sekelilingnya, “masyarakat sekelilingnya” –ini menjadi materi atau sebab
yang mendorong terciptanya fikiran dalam individu tersebut.
Aliran-aliran dalam materialisme
1. Materialisme Mekanik
Materialisme
mekanik adalah aliran filsafat yang pandangannya materialis sedangkan
metodenya mekanis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam
keadaan gerak dan berubah, geraknya itu adalah gerakan yang mekanis
artinya, gerak yang tetap selamanya atau gerak yang berulang-ulang
(endless loop) seperti mesin yang tanpa perkembangan atau peningkatan
secara kualitatif.
Materialisme
mekanik tersistematis ketika ilmu tentang meknika mulai berkembang
dengan pesat, tokoh-tokoh yang terkenal sebagai pengusung materialisme
pada waktu itu ialah Demokritus (± 460-370 SM), Heraklitus (±
500 SM) kedua pemikir Yunanai ini berpendapat bahwa aktivitas psikik
hanya merupakan gerakan atom-atom yang sangat lembut dan mudah bergerak.
Mulai
abad ke-4 sebelum masehi pandangan materialisme primitif ini mulai
menurun pengaruhnya digantikan dengan pandangan idealisme yang diusung
oleh Plato dan Aristoteles. Sejak itu, ± 1700 tahun lamanya dunia filsafat dikuasai oleh filsafat idealisme.
Baru
pada akhir jaman feodal, sekitar abad ke-17 ketika kaum borjuis sebagai
klas baru dengan cara produksinya yang baru, materialisme mekanik
muncul dalam bentuk yang lebih modern karena ilmu pengetahuan telah maju
sedemikian pesatnya. Pada waktu itu ilmu materialisme ini menjadi
senjata moril / idiologis bagi perjuangan klas borjuis melawan klas
feodal yang masih berkuasa ketika itu. Perkembangan materialisme ini
meluas dengan adanya revolusi industri, di negeri-negeri Eropa.
Wakil-wakil dari filsafat materialis pada abad ke-17 adalah Thomas Hobbes(1588-1679 M), Benedictus Spinoza (1632-1677 M)
dsb. Aliran filsafat materialisme mekanik mencapai titik puncaknya
ketika terjadi Revolusi Perancis pada abad ke-18 yang diwakili oleh Paul de Holbach (1723-1789 M), Lamettrie (1709-1751 M) yang disebut juga materialisme Perancis.
Materialisme
Perancis dengan tegas mengatakan materi adalah primer dan ide adalah
sekunder, Holbach mengatakan : “materi adalah sesuatu yang selalu dengan
cara-cara tertentu menyentuh panca indera kita, sedang sifat-sifat yang
kita kenal dari bermacam hal-ichwal itu adalah
hasil dari bermacam impresi atau berbagai macam perubahan yang terjadi
di alam pikiran kita terhadap hal-ichwal itu”. Materialisme Perancis
menyangkal pandangan religus tentang penciptann dunia (Demiurge), yang
sebelum itu menguasai alam pikiran manusia.. Bahkan secara
terang-terangan Holbach mengatakan “nampaknya agama itu diadakanhanya
untuk memperbudak rakyat dan supaya mereka tunduk dibawah kekuasaan raja
lalim. Asal manusia merasa dirinya didalam dunia ini sangat celaka,
maka ada orang yang datang mengancam mereka dengan kemarahan Tuhan,
memakasa mereka diam dan mengarahkan pandangan mereka kelangit, dengan
demikian mereka tidak lagi dapat melihat sebab sesungguhnya daripada
kemalangannnya itu”.
Materialisme
Perancis adalah pandangan yang menganggap segala macam gerak atau
gejala-gejala yang terjadi dialam itu dikuasai oleh gerakan mekanika,
yaitu pergeseran tempat dan perubahan jumlah saja. Bahkan manusia dan
segala aktivitetnya pun dipandang seperti mesin yang bergerak secara
mekanik, ini tampak jelas sekali dalam karya Lamettrie yang berjudul
“Manusia adalah mesin”. Mereka tidak melihat adanya peranan aktif dari
ide atau pikiran terhadap materi. Pandangan ini adalah ciri dan
sekaligus kelemahan materialisme Perancis.
2. Materialisme metafisik
Materialisme metafisik mengajarkan bahwa materi itu selalu dalam keadaan diam, tetap atau statis selamanya seandainya
materi itu berubah maka perubahan tersebut terjadi karena faktor luar
atau kekuatan dari luar. Gerak materi itu disebut gerak ekstern atau
gerak luar. selanjutnya materi itu dalam keadaan terpisah-pisah atau
tidak mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya.
Materialisme
metafisik diwakili oleh Ludwig Feurbach, pandangan materialisme ini
mengakui bahwa adanya “ide absolut” pra-dunia dari Hegel , adanya
terlebih dahulu “kategori-kategori logis” sebelum dunia ada, adalah
tidak lain sisa-sisa khayalan dari kepercayaan tentang adanya pencipta
diluar dunia; bahwa dunia materiil yang dapat dirasakan oleh panca
indera kita adalah satu-satunya realitet.
Tetapi
materialisme metafisik melihat segala sesuatu tidak secara
keseluruhannya, tidak dari saling hubungannya, atau segala sesuatu itu
berdiri sendiri. Dan segala sesuatu yang real itu tidak bergerak, diam.
Pandangan
ini mengidamkan seorang manusia suci atau seorang resi suci yang penuh
cinta kasih. Feurbach berusaha memindahkan agama lama yang menekankan
hubungan manusia dengan Tuhan menjadi sebuah agama baru yaitu hubungan
cinta kelamin antara manusia dengan manusia. Seperti kata Feurbach:
“Tuhan adalah bayangan manusia dalam cermin”, Feurbach menentang
teologi, dalam filsafatnya atau “agama baru”-nya Feurbach mengganti
kedudukan Tuhan dengan manusia, pendeknya manusia itu Tuhan. Feurbach
tidak melihat peran aktif dari ide dalam perkembangan materi, yang
materi bagi Feurbach adalah misalnya, manusia (baca: materi, pen)
sedangkan dunia dimana manusia itu tinggal tidak ada baginya, atau
menganggap sepi ativitet yang dilakukan manusia/materi tersebut.
Materialisme
metafisik menganggap kontradiksi sebagai hal yang irasionil bukan
sebagai hal yang nyata, disinilah letak dari idealisme Feurbach.
Pandangannya bertolak daripada materialisme tetapi metode penyelidikan
yang dipakai ialah metafisis. Metode metafisis inilah yang menjadi
kelemahan terbesar bagi materialisme Feurbach.
3. Materialisme dialektis
Materialisme
dialektis adalah aliran filsafat yang bersandar pada matter (benda) dan
metodenya dialektis. Aliran ini mengajarkan bahwa materi itu mempunyai
keterhubungan satu dengan lainnya, saling mempengaruhi, dan saling
bergantung satu dengan lainnya. Gerak materi itu adalah gerakan yang
dialektis yaitu pergerakan atau perubahan menuju bentuk yang lebih
tinggi atau lebih maju seperti spiral. Tokoh-tokoh pencetus filsafat ini
adalah Karl Marx (1818-1883 M), Friedrich Engels (1820-1895 M).
Gerakan
materi itu adalah gerak intern, yaitu bergerak atau berubah karena
dorongan dari faktor dalamnya (motive force-nya). Yang disebut “diam”
itu hanya tampaknya atau bentuknya, sebab hakikat dari gejala yang
tampaknya atau bentuknya “diam” itu isinya tetap gerak, jadi “diam” itu
juga suatu bentuk gerak.
Metode
yang dipakai adalah dialektika Hegel, Marx mengakui bahwa orang
Yunani-lah yang pertama kali menemukan metode dialektika, tetapi
Hegel-lah yang mensistematiskan metode tersebut. Tetapi oleh Marx
dijungkir balikkan dengan bersandarkan materialisme. Marx dan temannya
Engels mengambil materialisme Feurbach dan membuang metodenya yang
metafisis sebagai dasar dari filsafatnya. Dan memakai dialektika sebagai
metode dan membuang pandangan idealis Hegel.
Dialektika Hegel menentang dan menggulingkan metode metafisis yang selama beabad-abad menguasai lapangan filsafat.
Hegel mengatakan “yang penting dalam filsafat adalah metode bukan
kesimpulan-kesimpulan mengenai ini dan itu”. Ia menunjukkan
kelemahan-kelemahan metafisika :
1. Kaum
metafisis memandang sesuatu bukan dari keseluruhannya, tidak dari
saling hubungannya, tetapi dipandangnya sebagai sesuatu yang berdiri
sendiri, sedangkan Hegel memandang dunia sebagai badan kesatuan, segala
sesuatu didalamnya terdapat saling hubungan organic.
2. Kaum
metafisis melihat segala sesuatu tidak dari geraknya, melainkan sebagai
yang diam, mati dan tidak berubah-ubah, sedang Hegel melihat segala
sesuatu dari perkembangannya, dan perkembangannya itu disebabkan
kontradiksi internal, kaum metafisik berpendapat bahwa: “segala yang
bertentangan adalah irasionil”. Mereka tidak tahu bahwa akal (reason) itu sendiri adalah pertentangan.
3. Sumbangan
Hegel yang terpenting adalah kritiknya tentang evolusi vulgar, yang
pada ketika itu sangat merajalela, dengan mengemukakan teorinya tentang
“lompatan” (sprong) dalam proses perkembangan. Sebelum Hegel sudah
banyak filsuf yang mengakui bahwa dunia ini berkembang, dan meninjau
sesuatu dari proses perkembangannya, tetapi perkembangannya hanya
terbatas pada perubahan yang berangsur-angsur (perubahan evolusioner)
saja. Sedang Hegel berpendapat dalam proses perlembangan itu
pertentangan intern makin mendalam dan meruncing dan pada suati tingkat
tertentu perubahan berangsur-angsur terhenti dan terjadilah “lompatan”.
Setelah “lompatan” itu terjadi, maka kwalitas sesuatu itu mengalami
perubahan.
Akan
tetapi dialektika Hegel ini diselimuti dengan kulit mistik, reaksioner,
yaitu pandangan idealismenya sehingga dia memutar balikkan keadaan
sebenarnya. Hukum tentang dialektika yaitu hukum tentang saling hubungan
dan perkembangan gejala-gejala yang berlaku didunia ini dipandangnya
bukan seabagai suatu hal yang obyektif, yang primer melainkan perwujudan
dari “ide absolut”. Kulitnya yang reaksioner inilah yang kemudian
dibuang oleh Marx, dan isinya yang “rasionil” diambil serta ditempatkan
pada kedudukan yang benar.
Sedangkan jembatan
antara Marx dan Hegel adalah Feurbach, Materialisme dijadikan sebagai
dasar filsafatnya tetapi Feurbach melihat gerak dari penjuru idealisme
yang membuat ia berhenti dan membuang dialektika Hegel. Membuat hasil
pemeriksaannya terpisah dan abstrak, Marx membuang metode metafisisnya,
dan menggantinya dengan dialektika, sehingga menghasilkan sebuah system
filsafat baru yang lebih kaya dan lebih sempurna dari pendahulunya.
III. Materi dan Ide
a. Materi.
Materi
mempunyai dua pengertian, yaitu arti materi menurut filsafat, dan
materi menurut ilmu alam. Materi menurut ilmu alam mempunyai arti yang
lebih sempit daripada arti materi menurut filsafat
Materi menurut ilmu alam,
ialah segala sesuatu yang mempunyai susunan atau yang tersusun secara
organis atau dengan kata lain benda. Benda menurut ilmu alam mempunyai
tiga bentuk yaitu benda padat (solid), benda cair (liquid) dan gas
(gasceus).
Materi menurut filsafat,
ialah segala sesuatu yang bisa ditangkap oleh indera manusia, serta
bisa menimbulkan ide-ide tertentu. Dengan begitu pengartian materi
menurut filsafat mencakup pula pengertian materi menurut ilmu alam.
Materi
mempunyai peranan menetukan ide, materi menimbulkan ide. Ide manusia
timbul setelah terlebih dahulu suatu materi ditangkap oleh indera. Sudah
jelas yang “memproduksi” ide itu adalah sebuah materi yang sudah
mencapai titik perkembangan yang sangat tinggi yang disebut dengan otak.
b. Ide.
Sebagaimana
yang diterangkan diatas, materialisme dialektis berpendapat bahwa ide
itu dilahirkan dan ditentukan oleh materi, ini mengandung dua
pengertian:
1. Dipandang
dari proses asalnya ide / pikiran, nyatalah bahwa sensasi (perasaan)
itu tidak dilahirkan oeh materi biasa. Melainkan semacam organisme
tertentu yang telah mencapai perkembangan yang sangat tinggi dan
mempunyai struktur yang sangat complex yang kita sebut sebagai otak.
Tanpa otak tidak akan ada pikiran / ide, otak atau system urat syaraf
yang sangat kompleks adalah hasil tertinggi dari proses perkembangan
alam. Oleh karena itu ide juga merupakanproduk dari proses perkembangan
dari alam.
2. Dipandang
dari isinya, bagaimanapun ide adalah pencerminan dari kenyataan
obyektif. Marx berkata bahwa: “ide tidak lain daripada dunia materiil
yang dicerminkan oleh otak manusia, dan diterjemah kan
dalam bentuk bentuk pikiran”. Pencerminan itu hanya bisa terjadi dengan
adanya kontak langsung antara kesadaran manusia dengan dunia luar,
dengan praktek sosial manusia. Oleh karenanya ide juga merupakan produk
dari proses perkembangan praktek sosial manusia.
Ide
adalah cermin dari materi atau merupakan bentuk lain dari materi.
Tetapi ide tidak mesti sama dengan materi, ide dapat menjangkau jauh
didepan materi. Walau begitu ide tidak akan dapat lepas dari materi. Materi
menentukan ide, sedangkan ide mempunyai peranan aktif terhadap
perkembangan materi. Jadi ide mempunyai peranan aktif, tidak pasif
seperti pencerminan cermin biasa.
Dengan
demikian jelaslah pengertian materialisme dialektis tentang materi dan
ide bertentangan dengan paham idealisme yang menganggap ide adalah yang
terlebih dahulu ada daripada materi. Materialisme dialektis disatu pihak
mengatakan materi ada terlebih dahulu daripada ide, tetapi dipihak lain
mengakui peranan aktif daripada ide dalam perkembangan materi, ini
mengandung dua pengertian :
1. Seperti
dijelaskan diatas ide adalah pencerminan materi, tetapi proses
pencerminan itu tidak semudah atau sesimple pencerminan dengan
kaca-cermin, yang hanya bisa menjelaskan gejala luar saja. Melainkan
melalui pencerminan yang aktif, melalui proses pemikiran yang rumit
sehingga dapat mencerminkan kenyataan obyektif sebagaimana adanya, baik
mengenal sesuatu itu dari gejala luarnya maupun gejala dalamnya atau
hakekat suatu materi. Peranan aktif dari ide inilah yang memungkinkan
manusia menyempurnakan alat-alat atau perkakas untuk memperbesar
kemampuannya dalam mengenal atau mencerminkan keadaan maupun mengubah keadaan.
2. Peranan
aktif ide itu berarti dalam mengenal dan mengubah keadaan itu manusia
bertindak dengan sadar, dengan motif atau tujuan tertentu, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan praktek sosialnya untuk kehidupan.
Ide
revolusioner yaitu ide yang mencerminkan hukum-hukum perkembangan
keadaan obyektif, memainkan peranan untuk mendorong perkembangan
keadaan. Sebaliknya ide reaksioner, ialah ide yang berlawanan dengan hukum-hukum perkembangan keadaan obyektif dan menghambat kemajuan.
Dengan
dijelaskannya keprimeran materi dan peranan aktif ide, materialisme
dialektis mengajarkan supaya dalam memandang dan memecahkan permasalahan
harus bertolak dari kenyataan yang kongkrit dan berdasarkan data-data
yang obyektif, dan jangan bersandar pada dugaan-dugaan subyektif dan
hanya terpaku pada buku-buku yang mati, dan juga harus ditujukan pada
kebutuhan praktek yang kongkrit. Dipihak lain ia memperingatkan kita
kepada pentingnya teori, tetapi dipihak lain ia menolak “pendewaan”
kepada teori atau dengan kata lain menentang dengan tegas terhadap
kedogmatisan.[]
“ Para ahli filsafat hanya telah menafsirkan dunia, dengan berbagai cara; akan tetapi soalnya ialah mengubahnya ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar