web 2.0

Jumat, 21 Oktober 2011

Ianfu, Heiho Dan Romusha Tuntut Ganti Rugi


Kisah Ianfu, Heiho dan Romusha
Ianfu, Heiho Dan Romusha Tuntut Ganti Rugi
Penulis : Eka Hindrati-Peneliti Independen Ianfu Indonesia

Awal bulan Juni lalu belasan ex Heiho dan ahli waris Ianfu mendatangi Kejaksaan Agung untuk menuntut uang Ianfu ganti rugi sebesar 24 milyar sebagai klaim kompensasi perang kepada Ianfu, Heiho dan Romusa. Uang tersebut merupakan sisa uang 380 juta yen yang diberikan lembaga swasta bentukan pemerintah Jepang Asian Women’s Fund (AWF) periode 1997-2007.


Kedatangan mereka didampingi pengacara dari Gerakan Rakyat Sadar Hukum Indonesia (GRASHI). Mereka menuntut uang tersebut karena belum mendapatkan bantuan kesejahteraan dari AWF sebagai korban perang Jepang 1942-1945. Kelompok ini meminta Kejaksaan Agung membuat kerjasama lintas sektoral antar departemen yang terkait guna menyelesaikan persoalan ini.
Sebelumnya kelompok yang tergabung dalam Forum Komunikasi ex-Heiho telah melakukan mediasi dengan Departemen Sosial tahun 2007, namun tidak mendapatkan hasil. Departemen Sosial menyatakan bahwa pemberian uang dari pemerintah Jepang tidak diberikan secara individual. Sehingga dana tersebut dipakai Departemen Sosial untuk membangun 42 panti jompo di 20 propinsi dengan uang sebesar 11 milyar (2005). Penandatangan kesepakan dilakukan pemerintah Jepang dan pemerintah Indonesia pada tanggal 25 maret 1997. Dalam kesepakatan tersebut disebutkan bahwa pemerintah Jepang akan memberikan uang sebesar 380 juta yen yang diangsung selama 10 tahun.
Persoalan pengucuran uang ini selalu menjadi konflik yang tidak kunjung selesai diantara para korban Ianfu di Indonesia. Sesungguhnya uang ini khusus diperuntukan untuk Ianfu sebagai uang hibah bukan sebagai kompesasi perang seperti anggapan banyak orang selama ini. Hal ini terjadi oleh karena pemerintah Indonesia tidak mengambil langkah yang terbuka dengan melibatkan para korban Ianfu yang terkait masalah ini dalam mengelola uang hibah tersebut.
Di negara lain seperti di Korea, Taiwan, Belanda, Filipina dan Cina perolehan uang dari AWF ini diumumkan secara terbuka oleh pemerintah dan juga tanpa intervensi pemerintah yang bersangkutan. Sehingga korban Ianfu leluasa memiliki hak pilih untuk menerima atapun menolak uang tersebut.
Sejak kasus sistem perbudakan seksual militer Jepang tahun 1942-1945 terungkap tahun 1946 dalam pengadilan Batavia. Pemerintah Jepang dengan segala daya upaya menolak mengakui bertanggung jawab secara politik atas perkosaan brutal 400.000 perempuan di Asia Pasifik dan Belanda. Indonesia dibungkam pemerintah Jepang dengan perjanjian pemberian pampasan perang yang dituangkan dalam UU 13/1958. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa pemerintah Indonesia menerima pampasan perang senilai 80,308 milyar yen atau setara dengan 223 juta USD yang dicicil selama 12 tahun


Tidak ada komentar:

Posting Komentar